Dolly Pasca Penutupan: Antara Harapan dan Realitas Transformasi Sosial

Potret Kelam Dua Tahun Kemudian

Dolly sedang sekaratโ€”kalau tidak mau dikatakan mati. Sudah dua tahun semenjak penutupan, namun keadaan ekonomi jangankan untuk menyamai perputaran uang ketika dahulu masih aktif, untuk bisa makan sehari-hari saja masih harus susah payah bernafas.

Denyut kehidupannya masih ada tapi sudah hampir tidak terdengar. Paling-paling hanya beberapa titik terdapat UKM-UKM yang dibangun oleh masyarakat itu sendiri ataupun berkat bantuan dari organisasi-organisasi sosial. Tapi itu saja belum cukup untuk menaikkan kesejahteraan hidup masyarakat.

Hal ini terjadi karena memang secara mental dan budaya, masyarakat Dolly belum siap akan perubahan drastis yang terjadi pasca penutupanโ€”dan ini diperparah dengan infrastruktur yang belum memadai.

Akar Masalah: Mental dan Budaya

Banyak hal yang menyebabkan perubahan Dolly selama dua tahun ini seperti jalan di tempat. Tetapi masalah yang paling krusial adalah mental dan budaya masyarakat Dolly yang belum siap untuk melakukan perubahan.

Dimensi Mental

Secara mental mereka masih bergantung pada aktivitas Dolly terdahulu. Masyarakat sudah berada dalam zona nyamannya, sehingga ketika mereka disuruh untuk bergerak dari zona nyaman atau menjadi pionir perubahan, akan ada keengganan dan penolakan untuk beranjak.

Dimensi Budaya

Secara budaya, masyarakat sudah terbiasa dengan adanya lokalisasi di daerah Dolly. Buat mereka itu sudah menjadi hal yang biasa, bukanlah hal yang tabu lagi.

Maka untuk membangun kembali Dolly, yang pertama harus disentuh dan dirubah adalah mental dan budaya masyarakatnya.

Kritik terhadap Program-Program yang Ada

Selama ini program-program yang diadakan pemerintah, organisasi-organisasi sosial, dan masyarakat yang peduli terhadap Dolly masih sebatas menyentuh sisi ekonominya sajaโ€”itupun bersifat sementara.

Malah, salah-salah bisa menjadi bumerang untuk masyarakat Dolly itu sendiri. Karena terkadang ada beberapa program yang acaranya adalah pembagian uang kompensasi dan sejenisnya, hal ini bisa secara tidak sadar membuat masyarakat Dolly menjadi masyarakat yang bergantung.

Ekonomi Bukan Satu-satunya Solusi

Memperhatikan ekonomi masyarakat memang penting, namun harus dibarengi juga dengan pembangunan mental dan budaya masyarakat.

Karena sebuah ekonomi bisa berjalan dengan baik di saat budaya dan mental para pelakunya juga baik.

Framework Transformasi: Pendek, Menengah, dan Panjang

Jika kita bagi menjadi rencana pendek, menengah, dan panjang:

Jangka Waktu Fokus Peran
Pendek Ekonomi Stabilisasi kehidupan sehari-hari
Menengah Mental Perubahan mindset dan kemandirian
Panjang Budaya Transformasi nilai dan norma sosial

Peran GMH nantinya adalah mencari formulasi dari ketiga rencana tersebut. Untuk memformulasikan ketiganya, kuncinya adalah melihat dari kebutuhan dan potensi dari masyarakat Dolly sendiri.

Mengevaluasi Grand Design: Edu-Wisata

GMH memang sudah mempunyai grand design untuk membuat Dolly sebagai edu-wisata, namun masih perlu dikaji lebih jauh lagi:

Apakah memang baiknya Dolly dijadikan kampung wisata?

Perlu ditelaah lebih jauh lagi secara gravitatif dengan ketiga unsur tadiโ€”kebutuhan serta potensi masyarakat. Jangan sampai ketika kampung wisata ini sudah jalan malah menimbulkan masalah yang tidak diinginkan atau tidak sesuai dengan kebutuhan dan potensi masyarakat.

Pertanyaan Kritis

Sebelum melangkah, kita perlu menjawab:

  • Apakah masyarakat Dolly siap menjadi "destinasi wisata"?
  • Bagaimana dampak psikologis dari "komodifikasi" sejarah gelap mereka?
  • Apakah infrastruktur dan kapasitas SDM memadai?
  • Siapa yang akan mendapat manfaat ekonomi dari wisata ini?

Perjalanan Panjang Transformasi

Akan ada jalan panjang yang mesti ditempuh, ada rakaat panjang yang harus dilakukan untuk merubah wajah Dolly.

Perlu proses yang sangat panjang: - โŒ 6 bulan: Tidak cukup - โŒ 1 tahun: Belum cukup - โŒ 5 tahun: Masih kurang

Butuh waktu sampai 10 tahun menurut saya perubahan itu baru bisa terjadi.

Filosofi Proses

Tidak masalah berapa lama pun waktu yang mesti dilalui, yang paling penting kita menanam, kita berproses. Sedangkan hasilnya adalah wilayah Tuhan untuk menentukan.

Ibarat kita menanam pohon mangga, yang wajib buat kita adalah menanam dan merawatnya, sedangkan yang menumbuhkan pohon dan buahnya adalah Tuhan.

Catatan Penutup

Transformasi Dolly bukan sekadar proyek pembangunan ekonomi. Ini adalah perjalanan panjang transformasi sosial yang menyentuh akar terdalam masyarakat: mental dan budaya.

Program-program yang hanya fokus pada aspek ekonomi jangka pendek tanpa menyentuh dimensi mental dan budaya hanya akan menghasilkan perubahan yang rapuh dan tidak berkelanjutan.

Yang dibutuhkan adalah kesabaran, konsistensi, dan komitmen jangka panjang untuk menanam benih perubahan yang akan tumbuh perlahan tapi pasti.


Essay ini adalah refleksi pribadi tentang dinamika transformasi sosial pasca penutupan lokalisasi Dolly. Kritik dan diskusi konstruktif sangat diharapkan.